PELEPAH SAWIT SEBAGAI PAKAN TERNAK POTENSIAL
Kamis, 22 Desember 2016
Jual Bibit Jamur Tiram Putih, F0,F1, F2 siap semai dan Pesan Baglog Jamur Siap Panen
Starter F0 Jamur Tiram Putih, jenis Terompet/Coklat dan Estern Kemasan :
Botol kaca volume 200 ml (botol minuman suplemen)atau botol sosro 200 ml
dapat dijadikan 50 Botol F1
Plastik 10 x 20 cm volume 250 ml Harga Rp 70.000,-
Misellium 1/2 penuh (Tergantung permintaan)
Media Tumbuh:
Ekstrak kentang, Bubuk Deksro, Serbuk gergaji, Biji-bijian dan Perangsang Tumbuh
Harga :
Rp. 50.000,- (untuk sempel Pengiriman paket minimal 4 botol)
Dijual tanpa minimal 1 botol pun kami Layani
Pesanan parte besar, kontrak berlangganan masih bisa di nego
Media PDA
Media Sebuk Kayu
Bibit sebar F1 Jamur Tiram Putih, jenis Terompet/Coklat dan Esteren
Kemasan:
Botol kaca volume 220ml (botol Sosro) Harga Rp 15.000,-
Botol kaca volume 300ml (botol saos sambal) Harga Rp 30.000,-
Plastik 10 x 20 cm volume 300ml Harga Rp 25.000,-
Misellium 1/2 – penuh botol (Tergantung permintaan)
Media:
Biji-bijian dan serbuk kayu (Full organik)
Di jual Tanpa minimal, 1 botol pun kami layani
Pesanan parte besar, kontrak berlangganan masih bisa di nego
Contoh-contoh bibit F1, F2 yang kami tawarkan
Jual Bibit Jamur Tiram
Kami menyediakan bibit jamur F0, F1 dan F2 berkualitas, dengan volume bibit lebih banyak dan rambatan miselianya lebih cepat. Kami berdomisili di Payakumbuh, namun dapat juga mengirimkan keluar daerah.
Bibit yang kami produksi menggunakan bahan-bahan pilihan, dengan mengutamakan kualitas serta takaran dan presentase yang pas serta proses pasturisasi (proses pensterilisasi) dengan suhu ideal, menjadikan bibit jamur kami menjadi komoditas unggulan yang memiliki daya saing dengan produk kompetitor. Dengan diberikanya layanan free konsultasi (minimal pembelian tertentu) kami optimis akan memberi manfaat bagi para petani jamur baik pemula maupun profesional untuk lebih mengembangkan usahanya.
Segera Hubungi Kami:
Hardi : 085375746121
Sabtu, 07 Mei 2016
Pemanfaatan limbah pertanian, perkebunan serta limbah industri pengolahan hasil perkebunan berserat tinggi merupakan suatu yang potensial untuk mengatasi krisis pakan ternak, khususnya ternak ruminansia di masa depan. Di antara limbah pertanian yang cukup potensial untuk dijadikan pakan ternak ruminansia adalah pelepah sawit.
Pelepah sawit merupakan produk perkebunan kelapa sawit yang dapat diperoleh sepanjang tahun bersamaan dengan panen tandan buah segar. Ditinjau dari potensi pengembangan kelapa sawit, jumlah luas areal perkebunan kelapa sawit di Sumatera Barat tahun 2014 diperkirakan 374.337 Ha dengan jumlah produksi 956.286 ton (Dinas Perkebunan Sumatera Barat, 2014). Setiap pohon kelapa sawit dapat menghasilkan 22 pelepah/tahun dan rataan bobot pelepah per batang mencapai 2,2 kg (setelah dikupas untuk pakan), sehingga setiap hektar dapat menghasilkan pelepah segar untuk pakan sekitar 9 ton/ha/tahun atau setara dengan 1,64 ton/ha/tahun bahan kering (Diwyanto et al. 2003). Angka ini menunjukkan tingkat potensi yang besar dari pelepah sawit sebagai pakan ternak.
Pemanfaatan limbah ini terkendala dengan rendahnya tingkat kecernaan karena kadar NDF (Neutral Detergent Fiber) dan lignin yang tinggi. Lignin dengan serat kasar (selulosa dan hemiselulosa) akan membentuk ikatan lignoselulosa. Ikatan lignoselulosa yang tinggi dalam bahan pakan ternak akan menyebabkan enzim selulase dan hemiselulase yang dihasilkan oleh mikroba rumen tidak mampu menghidrolisis selulosa dan hemiselulosa untuk menghasilkan VFA. Kadar Lignin dari pelepah sawit adalah 28,87 % (Laboratorium Nutrisi ternak Unand, 2013),
Lignin adalah polimer aromatik kompleks yang terbentuk melalui polimerisasi tiga dimensi dari sinamil alkohol (turunan fenil propan) dengan bobot molekul mencapai 11.000. Dengan kata lain lignin adalah makro molekul dari polifenil. Polimer lignin dapat dikonversi ke monomernya tanpa mengalami perubahan pada bentuk dasarnya. Lignin yang melindungi selulosa bersifat tahan terhadap hidrolisis karena adanya ikatan arilalkil dan ikatan eter (Fachry, 2013).
Tingginya kadar lignin di dalam pakan akan mengakibatkan rendahnya palatibilitas, nilai gizi dan daya cerna terhadap pakan (Winugroho et al Mariati, 1999), sehingga menurut Lynd et al. (2002) tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh ternak ruminansia. Pemanfaatan limbah pertanian seperti pelepah sawit, jerami padi dan dedak sebagai bahan pakan masih terbatas karena tingginya kandungan lignin yang menyebabkan rendahnya kecernaan, sehingga diperlukan aplikasi teknologi untuk meningkatkan kualitas pakan baik itu nilai gizi dan kecernaan dari limbah tersebut yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas daging ternak.
Proses delignifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan perlakuan kimia atau secara biologi. Perlakuan kimia menggunakan klorin, NaOH, hidrogen peroksidan bahkan ozon (Bhushan, 2000), namun jika ditinjau secara ekonomis sangat memberi dampak pencemaran bagi lingkungan. Perlakuan biologi dengan menggunakan mikroorganisme penghasil enzim menjadi salah satu alternatif yang banyak digunakan (Perez, 2002).
Jamur yang terlibat dalam biodegradasi biomassa lignoselulosa dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama yaitu, jamur pelapuk putih (white rot fungi), jamur pelapuk coklat (brown rot fungi) dan jamur pelapuk lunak ( soft rot fungi) tergantung dengan tipe pelapukan yang disebabkan oleh jamur tersebut. Jamur pelapuk putih (JPP) dan jamur pelapuk coklat (JPC) termasuk di dalam kelompok basidiomycetes, sedangkan jamur pelapuk lunak (TPL) termasuk di dalam kelompok ascomycetes dan aktifitasnya sering kali terkait dengan tinggi rendahnya kelembaban kayu (Blanchete, 1995). JPC lebih mendegradasi polisakarida di dalam biomassa lignoselulosa dan hanya sedikit melarutkan lignin. JPP adalah mikroba yang paling efisien dalam mendegradasi lignin menjadi CO2 (Hammel dan Cullen, 2008). Ligninolitik berhubungan dengan produksi enzim ektraseluler pendegradasi lignin yang dihasilkan oleh JPP.
Jamur pelapuk putih merupakan mikroorganisme yang mampu mendegradasi lignin pada proses pelapukan kayu. Degradasi lignin melibatkan aktivitas enzim lignase yang dihasilkan oleh jamur pelapuk putih yaitu lignin peroksidase, manganese peroksidase dan lakase. (Hendro, 2007).
Menurut Sigit (2008) Jamur tiram putih (Pleoratus ostreatus) merupakan salah satu jenis JPP yang mampu merombak lignin. Kemampuan tersebut tidak terlepas dari peran enzim lignolutik yang dihasilkannya, yaitu lakase (Lac), mangan peroksidase (MnP) dan lignin peroksidase (LiP). Lama inkubasi berpengaruh sangat nyata terhadap kandungan lignin baglog jamur tiram putih dengan masa inkubasi tiga bulan, mampu menurunkan kadar lignin sebesar 14,5 % dengan menggunakan media serbuk gergaji (Handrawi, 2014).
Jamur tiram putih (Pleoratus ostreatus) merupakan jenis jamur pelapuk putih dari kelas basidiomycetes. Jamur pelapuk putih merupakan mikroorganisme yang mampu mendegradasi lignin pada proses pelapukan kayu. Selain itu jenis jamur ini juga memiliki nilai ekonomis karena dapat dikonsumsi dan memiliki kandungan gizi yang tinggi.
Selain fungi atau jamur, jenis mikroba lain yang berperan dalam proses penyerapan zat-zat makanan di dalam tubuh ternak adalah bakteri dan protozoa. Jaringan hewan terdiri dari air, karbohidrat, protein, lemak dan mineral. Mikroorganisme mampu mensintesa sebagian besar asam-asam amino dan zat-zat vitamin yang dibutuhkan dalam metabolisme yang optimum bagi ternak, oleh karena itu untuk meningkatkan nilai gizi dan kecernaan perlu dilakukan pengolahan agar dapat dimanfaatkan ternak secara optimal.
Berbagai teknologi diperlukan untuk mempertahankan ketersediaan pakan, meningkatkan kualitas pakan dan mengoptimalkan fungsi kerja rumen sehingga produksi ternak dapat ditingkatkan. Mikroorganisme murni atau campuran digunakan untuk fermentasi pakan guna meningkatkan fungsi rumen (Wina, 2005). Perlakuan biologis menggunakan mikro organisme penghasil enzim selulase dapat dilakukan. Salah satu organisme yang dapat digunakan dalam pengolahan pakan adalah dengan menggunakan mikro organisme lokal (MOL).
Menurut Januardani (2008) Mikro Organisme Lokal (MOL) adalah kumpulan dari beberapa mikro organisme yang bisa diternakkan dan berfungsi untuk “starter” dalam pembuatan kompos, pupuk cair ataupun pakan ternak.
Larutan Mikro Organisme Lokal (MOL) adalah cairan yang terbuat dari bahan-bahan alami sebagai media hidup dan berkembangnya kelompok jasad renik/mikro organisme yang berguna untuk memacu proses perombakan/peruraian bahan-bahan organik atau dekomposer dan bio-aktivator guna meningkatkan ketersediaan nutrisi/hara bagi tanaman yang sengaja dikembangkan dari mikro organisme lokal yang tersedia dilingkungan setempat (Anonim, 2007). Jumlah dan keanekaragaman hayati yang hidup di dalam ruang bio-reaktor berperan sebagai pekerja dan mesin/pabrik nutrisi bagi tanaman atau makhluk hidup lainnya.
Langganan:
Postingan (Atom)